Kawan...
Di era globalisasi ini, di antara masalah pendidikan yang paling utama adalah tentang kurangnya motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh karenanya, upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah bagaimana merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai.
Berikut merupakan artikel tentang "Pofesionalisme Guru MI serta Hambatannya".
Profesionalisme
Guru MI serta Hambatannya
Zahrotun
Ni’mah
Salah satu
masalah yang dihadapi dunia pendidikan dewasa ini adalah masalah lemahnya
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan
kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk
mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi tersebut
untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika anak
didik lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, namun mereka miskin
aplikasi. Oleh karenanya, upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya
dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang harus
dimiliki guru adalah bagaimana merancang strategi pembelajaran yang sesuai
dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai.
Berdasarkan
pada Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pada Pasal 19 ayat 1 dipaparkan bahwa proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat memiliki komitmen, kemauan keras, dan
kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan ketentuan tersebut.[1]
A.
Pengertian Guru
Profesional
Guru menjadi salah satu faktor
dalam menentukan konteks untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas, karena guru adalah orang yang secara
langsung berhadapan dan berinteraksi dengan siswa dalam proses belajar
mengajar. Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan guru yang profesional
dengan segala kompetensi yang dimiliki.[2]
Di samping itu, menjadi seorang guru merupakan hal yang sangat mulia di
sisi Allah dan mendapat penghargaan yang tinggi. Hal ini sebagaimana firman
Allah dalam Al Quran surat Al-Mujadalah ayat 11, yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي
الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ
آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Menyadari begitu pentingnya peran
guru, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi
pada tanggal 2 Desember 2004. Melalui pencanangan ini diharapkan status sosial
guru akan meningkat secara signifikan dan tidak lagi hanya dipandang sebelah
mata oleh mereka yang terdesak dalam mencari pekerjaan.[3]
Eksistensi guru tersebut dikukuhkan dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (UUGD) yang ditandatangani Presiden RI pada 30 Desember 2005.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen merupakan sebuah perjuangan sekaligus komitmen untuk
meningakatkan kualitas guru yaitu kualifikasi akademik dan kompetensi profesi
pendidik sebagai agen pembelajaran. Kualifikasi akademik diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau D4. Sedangkan kompetensi profesi
pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional
dan kompetensi sosial.[4] Hal ini juga
dikemukakan oleh Finch & Crunkilton, (1992: 220) yang
menyatakan “Kompetencies are those taks, skills, attitudes, values, and
appreciation thet are deemed critical to successful employment”. Pernyataan
ini mengandung makna bahwa kompetensi meliputi tugas, keterampilan, sikap,
nilai, apresiasi diberikan dalam rangka keberhasilan hidup/penghasilan hidup.[5]
Hal tersebut dapat diartikan bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara
pengetahuan, kemampuan, dan penerapan dalam melaksanakan tugas di lapangan
kerja.
Berdasarkan UU guru dan dosen,
pengertian guru profesional dapat didefinisikan sebagai orang yang memiliki kemampuan
dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru. Kemampuan tersebut dapat berupa kompetensi pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial
maupun akademis yang dipersyaratkan dalam tugas pendidikan dan
proses pembelajaran.
B.
Kompetensi
Guru Profesional
Menurut Syah (2000), “kompetensi”
adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut
ketentuan hukum. Selanjutnya dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab
dan layak. Jadi, kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan
dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten
dan profesional adalah guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya.[6]
Keempat jenis kompetensi tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Kompetensi kepribadian
Merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, serta berakhlak mulia
dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik dalam bertindak sesuai
dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong).[7]
2.
Kompetensi pedagogik
Merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta
didik yang meliputi, memahami landasan kependidikan, memahami peserta didik
secara esensial, mengembangkan kurikulum / silabus, merancang pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, merancang dan
melaksanakan evaluasi hasil belajar, mengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[8]
3.
Kompetensi profesional
yaitu
kemampuan guru dalam bidang penguasaan
materi pelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan dapat membimbing peserta didik untuk memenuhi dan mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.[9] PP
No. 74 tahun 2008 menjelaskan bahwa kompetensi profesional
guru merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya.
4.
Kompetensi sosial
Merupakan kemampuan guru dalam bersikap
inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan
jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga terhadap
peserta didik. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Di samping itu, dapat
beradaptasi di tempat kerja di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman
sosial budaya. Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan.[10]
C.
Hambatan-hambatan
dalam Mewujudkan Guru Profesional
Di samping
itu, dalam mewujudkan cita-cita untuk menjadi seorang guru yang profesional
pasti menghadapi beberapa kendala, berikut merupakan hambatan-hambatan yang
sering dihadapi oleh seorang guru yaitu:
1.
Minimnya niat guru untuk menjadi
guru yang profesional (pasrah dengan kemampuan dan keadaan).
2.
Kurangnya waktu untuk bertukar
pengalaman dengan guru-guru yang lain tentunya mengenai pengalaman-pengalaman
PBM yang baik.
3.
Kurangnya minat guru untuk
berinovasi.
4.
Kurangnya fasilitas-fasilitas
modern yang menunjang PBM. Seperti komputer, LCD, dan media-media yang lain.[11]
5.
Penyebaran guru yang tidak merata
sehingga akan terjadi penumpukan guru di kota Kabupaten, Propinsi dan kota-kota
besar. Sementara di pedesaan terutama di desa tertinggal, terpencil dan
terasing selalu mengalami kekurangan guru.
6.
Guru yang mengajar pada bidang
studi yang tidak relevan dengan keahliannya. Kondisi demikian akan menjadi
masalah dalam mengurai benang kusut guna mewujudkan profesionalitas guru.
7.
Pemenuhan kualifikasi dan kompetensi
guru. Kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan guru yang memenuhi syarat
menurut ketentuan hukum. Sedangkan pemenuhan kualifikasi (ijazah tertinggi)
guru hanya sedikit berarti masih banyak guru yang harus mengupgrade
kualifikasinya.
8.
Kendala sertifikasi, yakni tunjangan
profesi yang diberikan agar guru memperoleh penghasilan yang memadai sekaligus
membedakan antara guru yang kompeten dan yang tidak kompeten. Namun mengingat
tingginya syarat untuk mendapatkannya banyak pihak yang kuatir tunjangan
profesi guru hanya iming-iming, karena hanya dapat diperoleh sebagian kecil
diantara guru yang sudah sekian lama mengabdi.[12]
D.
Kiat-kiat
menjadi Guru Profesional
Namun, setiap pendidik pasti memiliki
kompetensi dan potensi untuk menjadi guru profesional yaitu dengan memadukan kecerdasan,
kreativitas dengan imajinasi yang dimilikinya, menjadi guru yang baik dan
menyenangkan, guna menciptakan suasana pembelajaran efektif yang disukai,
berharga dan bermakna oleh peserta didik untuk dapat membangkitkan kompetensi dan
karakter siswa. Berikut merupakan kiat-kiat untuk
menjadi guru profesional, di antaranya sebagai
berikut:[13]
1.
Mengerti tuntutan perubahan harapan masyarakat yang penuh dengan
kompleksitas permasalahan, memahami gaya hidup dan perilaku siswa,
mengembangkan wawasan dan kompetensi keilmuan, serta mengeliminasi kendala dan
hambatan yang ada dalam diri maupun lingkungan sekitar.
2.
Memiliki semangat untuk memberi inspirasi kepada rekan kerja sesama
pendidik dan siswa untuk menumbuhkembangkan mutu daya saing, mengenali
'resources' dan memanfaatkan sebagai sumber dan media pembelajaran yang dapat
meningkatkan daya kreativitas siswa.
3.
Menggunakan kebutuhan dan harapan masyarakat akan manfaat pendidikan
sebagai pedoman menjalankan kehidupan profesional sebagai seorang
guru/pendidik.
4.
Mengembangkan konsep pembelajaran yang relevan tentang karakter dan
kompetensi yang dibutuhkan siswa untuk masa depannya.
5.
Membangun citra positif sebagai seorang pendidik yang berketeladanan, mampu
menumbuhkan motivasi dan inspirasi peserta didik serta memiliki etos,
kredibilitas dan integritas sebagai seorang pendidik.
6.
Mengembangkan inovasi dan strategi pembelajaran dengan menggali sumber dan
media belajar serta memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dengan cara
yang luar biasa dan kreatif.
7.
Memiliki interpersonal skill sebagai wujud dari implementasi kompetensi
kepribadian dan kompetensi sosial seorang pendidik guna membangun semangat
berprestasi dalam diri peserta didik.
8.
Meningkatkan pelayanan prima pendidikan melalui upaya peningkatan potensi
dan karakter siswa secara individual, memiliki kecakapan empati serta
memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna kepada peserta didik.
9.
Evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran secara berkesinambungan dengan
pengukuran efektivitas kegiatan pembelajaran lebih nyata dan akurat, serta berani menerima kritikan dan bersedia melakukan perbaikan mutu
kegiatan belajar dan mengajar.
10.
Dapat membuktikan efektivitas dan kemanfaatan pembelajaran dalam bentuk
kompetensi dan karakter yang menjadi integritas dan identitas siswa.
E.
Guru Profesional
dalam Perspektif Islam
Dalam
persfektif Islam terdapat tiga peran penting tugas yang harus dimiliki oleh
guru profesional yang diungkapkan oleh Ulfatmi, yaitu:[14]
1.
Guru sebagai pendidik, secara
implisit guru telah mengorbankan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung
jawab pendidikan yang dipikul oleh orang tua. Dengan penuh kepercayaan, orang
tua menyerahkan anaknya kepada guru untuk dapat menjalani proses pendidikan.
Oleh karena itu tentunya seorang guru
memiliki persyaratan yang layak menjadi seorang pendidik. Menurut Zakia
Derajat, guru yang layak sebagai
pendidik yaitu, taqwa, berilmu, sehat, dan berakhlak mulia. Di samping itu,
tentunya dapat menjadi suri teladan (model) dan pembimbing yang sabar dalam
menghadapi peserta didik dalam proses pembelajaran.
2.
Guru sebagai psikolog. Dalam
pendidikan Islam, aspek rohani tidak dapat diabaikan. Untuk itu, hubungan guru
dengan peserta didik tidak sekedar hubungan antara pengajar dengan yang diajar,
akan tetapi menjalin hubungan kasih sayang, sehingga terjalinnya jembatan hati
antara guru dengan peserta didik. Hal ini tentunya tidak mudah, karena guru
harus memahami secara psikologis siswa sekaligus berperan sebagai psikolog yang
mampu mengenal pribadi peserta didik, mengenal kebutuhan peserta didik,
menghargai dan mencintai sepenuh hati yang ditunjukkan dengan kemauan guru
berbagi dengan peserta didik. Di samping itu, guru mau memberikan penghargaan
kepada peserta didik sekecil apapun yang dapat mereka lakukan.
3.
Guru sebagai da’i. Dalam dunia
pendidikan modern telah banyak dilahirkan peserta didik yang cerdas
inteklektual tetapi tidak memiliki kecerdasan spritual. Pada hal, untuk
mewujudkan pendidikan yang berkualitas, harus dibarengi kecerdasan spritual,
emosional, dan sosial. Hal ini terbukti banyak siswa yang pintar dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi tetapi tidak mampu dalam spritual, emosional dan
sosial. Untuk itu, peran guru sebagai da’i atau
mubaligh menumbuhkembangkan jiwa ketuhanan peserta didik secara terus
menerus sesuai dengan perkembangan kejiwaannya.
Jika ketiga peran tersebut mampu
dijalankan oleh seorang guru, tentunya akan lahir peserta didik yang memiliki
sumber daya yang berkualitas dengan kecerdasan seimbang. Guru yang mampu
menjalani peran tersebut itulah figur Guru yang profesional. Harapan, guru
profesional yang telah disertifikasi mampu memberikan pencerahan dalam dunia
pendidikan buat anak bangsa di negeri yang kita cintai ini.
[3] Lihat:
http://www.tintaguru.com/2013/05/profesionalisme-guru-analisis-uu-no-14.html
(24 Juni 2013).
[4] Lihat:
http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/19/guru-profesional-itu-seperti-apa-538411.html (24 Juni 2013).
[5] Lihat: http://ibnufajar75.wordpress.com/2012/12/27/empat-kompetensi-yang-harus-dimiliki-seorang-guru-profesional/ (24 Juni 2013).
[7] Lihat: http://halil-pkn.blogspot.com/2012/03/empat-kompetensi-guru-professional.html
(24 Juni 2013).
[8] Lihat:
http://joharidb.wordpress.com/mekanisme-pembagian-shu-pada-koperasi-simpan-pinjam/4-kompetensi-yang-harus-dikuasai-guru/
(24 Juni 2013).
[9] Lihat:
http://www.abdulrahmansaleh.com/2012/04/macam-macam-kompetensi-guru-dalam-uu-no.html (24 Juni 2013).
[12] Lihat:
http://dedysetiawan86.blogspot.com/2010/09/guru-profesional-dan-kendala-di.html
(24 Juni 2013).
[13] Lihat: http://yokimirantiyo.blogspot.com/2013/04/tips-menjadi-guru-profesional.html
(24 Juni 2013).
[14] Lihat:http://www.jambiekspres.co.id/berita-7121-guru-profesional-dalam--perspektif-islam.html
(24 Juni 2013).
0 komentar:
Posting Komentar