Kawan.....
Penting juga lho kita mengetahui tentang pendidikan Islam pada masa Rosulullah,
Bagi kawan-kawan yang ingin mengetahui sejarah pendidikan Islam,
Silahkan dilihat di file berikut ini....
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan mempunyai arti penting
bagi kehidupan manusia, juga diakui sebagai kekuatan yang dapat membantu
masyarakat mencapai kemegahan dan kemajuan peradaban, tidak ada suatu prestasi
pun tanpa peranan pendidikan. Kejayaan Islam di masa klasik telah meninggalkan
jejak kebesaran Islam di bidang ekonomi, politik, intelektualisme,
tradisi-tradisi, keagamaan, seni, dan sebagainya. Begitu pula dengan kemunduran
pendidikan Islam, telah membawa Islam berkubang dalam kemundurannya.
Kajian tentang pendidikan Islam pada
masa Rosulullah SAW amatlah penting untuk ditelaah kembali sebagai rujukan dan
pijakan dalam melaksnakan pendidikan di masa kini dan masa yang akan datang,
agar norma-norma dan nilai-nilai ajaran Islam tetap utuh selamanya. Profil
Rosulullah SAW baik sebagai peserta didik atau murid maupun sebagai
pendidik atau guru, potret Rosulullah ini merupakan motivasi dan panduan bagi
umat Islam dalam melajutkan pendidikan. Proses pendidikan tidak terlepas dari dua
komponen dari pendidik dan peserta didik, dalam hal pendidikan Islam Rosulullah
SAW adalah pendidik pertama dan utama dalam dunia pendidikan Islam. Proses
transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan
bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mukjizat luar
biasa, yang manusia apapun dan dimanapun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Gambaran dan pola pendidikan Islam
di periode Rosulullah SAW pada fase Mekah dan Madinah merupakan sejarah masa
lalu yang perlu diungkapkan kembali, sebagai bahan pertimbangan, sumber
gagasan, gambaran strategi dalam menyukseskan pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh karena itu
dalam makalah ini akan kami bahas
beberapa hal terkait dengan Perkembanagn Pendidikan Islam pada masa Rasulullah
baik itu pada periode Makkah maupun pada periode Madinah.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola
pendidikan Islam pada masa Rasulullah ?
2. Apa saja
lembaga pendidikan yang ada pada masa Rasulluh ?
3. Bagaimana
kurikulum dan materi yang diajarkan oleh Rasulullah ?
4. Apa metode
digunakan oleh Rasulullah ?
5. Bagaimana cara
Rasulullah mengevaluasi para sahabatnya ?
6. Apakah
perbedaan antara pendidikan Islam periode Makkah dan Madinah ?
7. Kebijakan apa
yang diambil Rasulullah dalam bidang pendidikan ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pola pendidikan Islam pada masa Rasulullah
2.
Untuk mengetahui lembaga pendidikan yang ada pada masa Rasulullah
3.
Untuk mengetahui kurikulum dan materi yang diajarkan oleh
Rasulullah
4.
Untuk mengetahui metode yang digunakan oleh Rasulullah
5.
Untuk mengetahui cara Rasulullah mengevaluasi para sahabatnya
6.
Untuk mengetahui perbedaan antara pendidikan Islam periode Makkah
dan Madinah
7.
Untuk mengetahui kebijakan yang diambil Rasulullah dalam bidang
pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah
1.
Pola Pendidikan
Pola pendidikan pada zaman Nabi dapat dibedakan menjadi 2 tahap,
baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan
materi pendidikannya, yaitu :
a.
Tahap/fase Makkah,
sebagai awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat
kegiatannya
Nabi Muhammad SAW mulai menerima wahyu dari
Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril sebagai petunjuk dan instruksi
untuk melaksanakan tugasnya, pada waktu beliau telah mencapai umur 40 tahun,
yaitu ketika beliau bertahannus di Gua Hira’. [1] Adapun wahyu
yang diterima pertama kali itu adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5
yang artinya :
“ Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal
dara. Bacalah demi Tuhanmu yang paling Pemurah. Yang mengajar dengan
perantaraan kalam. Yang mengajar manusia apa-apa yang tidak diketahui”.
Kemudian turunlah wahyu yang kedua yakni surat Al – Muddatsir ayat 1-7 yang
arinya:
”Hai orang yang berkemul (berselimut).
Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu
bersihkanlah. dan perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu member
(dengan maksud) memperoleh '(balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”
Dengan turunnya surat Al-’Alaq serta dilanjutkan dengan surat Al-Muddatsir
di mana kedua wahyu tersebut memberi perintah dan petunjuk kepada beliau
tentang apa yang harus dilakukan, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
umatnya. Itulah petunjuk awal agar beliau memberikan peringatan kepada umatnya.
Kemudian materi tersebut diturunkan secara berangsur-angsur. Setiap beliau
menerima wahyu, maka beliau segera menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya,
serta diiringi penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh bagaimana
pelaksanaannya.[2]
Di samping itu, beliau juga mendidik umatnya secara bertahap. Pada awalnya
beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Beliau memulai dari keluarga
dekatnya, yaitu istrinya (Siti Khodijah), anak angkatnya (Ali bin Abi Tholib),
dan pembantunya (Zaid bin Tsabit). Kemudian beliau melanjutkan dakwahnya kepada sahabat karibnya (Abu Bakar As-Shidiq) yang
segera menerima ajarannya. Secara berangsur-angsur dakwah tersebut disampaikan
secara lebih meluas. Namun, masih terbatas pada kalangan keluarga dekat dari
suku Quraisy saja. Diantaranya Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi
Waqas, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah,
Arqam bin Abil Arqam, Fatimah binti Khattab beserta suaminya (Said bin Zaid),
dan beberapa orang lainya. Mereka itulah orang-orang yang disebut dengan
Assabiqunal Awwalun.[3] Pada tahap awal ini, pusat
kegiatan Islam tersebut diselenggarakan secara tersembunyi di rumah Arqam bin
Al Arqam. Keadaan demikian itu berlangsung selama 3 tahun. Sampai akhirnya
turun petunjuk dan perintah dari Allah agar nabi memberikan pendidikan secara
terbuka yang artinya:
”Maka sampaikanlah olehmu secara
terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari
orang-orang yang musyrik.”
Dengan turunnya ayat tersebut, maka mulai-lah Muhammad memberikan
pengajaran kepada umatnya secara terbuka dan meluas, bukan hanya di lingkungan
keluarga dan sahabat, tetapi juga kepadapenduduk di luar Makkah, terutama
mereka yang baru datang ke Makkah, baik dalam rangka ibadah haji maupun
perdagangan. Dengan demikian tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad semakin
terbuka. Tetapi semua itu dihadapinya dengan penuhkesabaran serta penuh keyakinan
bahwa Allah akan selalu memberikan petunjuk dan pertolongan untuk menghadapi
semua tantangan tersebut.[4]
b.
Tahap/fase Madinah,
sebagai fase lanjutan pembinaan/pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat
kegiatannya.
Hijrah dari Makkah ke Madinah bukan
hanya sekedar berpindah dan menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman kaum
Quraisy dan penduduk Makkah yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran
nenek moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan
menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga
akhirnya nanti terbentuk masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali
mutiara tauhid warisan Nabi Ibrahim AS yang akan disempurnakan oleh Nabi Muhammad
SAW melalui wahyu Allah SWT.[5]
Sebelum hijrah ke Madinah (nama
sebelumnya Yatsrib) telah banyak di antara penduduk kota Makkah yang memeluk
Islam. Penduduk Madinah pada mulanya tediri dari suku-suku bangsa Arab dan
bangsa Yahudi, yang saling berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi tersebut
suku-suku bangsa Arab sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Nabi Ibrahim, dan
sebagainya.Sehingga setelah ajaran Islam sampai kepada mereka, mereka lebih
mudah menerimanya.
Penduduk Madinah yang sudah menjadi
sahabat Nabi, mereka tertarik dan memohon kepada Nabi Muhammad SAW agar
mengutus seseorang untuk mengajarkan ajaran Islam kepada mereka, Nabi
menyetujui tawaran tersebut dan mengutus Mus’ab bin Umair menjadi pengajar
mereka. Pada tahun 12 dari kenabian, datang 75 orang muslim Madinah
untuk menunaikan ibadah haji ke Makkah, sekaligus mengundang Rosulullah SAW
untuk datang ke Madinah. Mereka juga berjanji untuk memberi perlindungan kepada
Rosulullah SAW seperti yang disebutkan dalam Baiat Aqabah II.[6]
2.
Lembaga dan Sistem Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam pada fase
Makkah ada dua tempat, yaitu: Darul Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab.
Kuttab adalah lembaga pengajaran baca tulis untuk anak-anak (tingkat
dasar), terutama membaca Al-Qur’an.[7]
Ahmad Syalaby mengatakan bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi
dua, yaitu;
1)
Kuttab sebagai lembaga pengajaran baca
tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab. Kuttab jenis pertama ini
merupakan lembaga pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada
mulanya pendidikan Kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru atau di
pekarangan sekitar Masjid. Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini
adalah puisi atau pepatah-pepatah arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang
baik. Kebanyakan guru Kuttab pada masa awal Islam adalah non muslim,
sebab Muslim yang dapat membaca dan menulis jumlahnya masih sedikit dan mereka
masih sibuk dengan pencatatan wahyu.
2)
Kuttab sebagai lembaga pengajaran
Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an pada jenis Kuttab
yang kedua ini, setelah qurra’ dan huffadh (ahli bacaan dan penghafal
Al-Qur’an telah banyak). Guru yang mengajarkan adalah dari umat Islam sendiri.
Jenis institusi ini merupakan lanjutan dari Kuttab tingkat pertama,
setelah siswa memiliki kemampuan baca tulis. Pada Kuttabini siswa
diajari pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu gramatika
bahasa Arab, dan aritmatika. Sementara Kuttab yang dimiliki oleh
orang-orang yang lebih mapan kehidupannya, terdapat materi tambahan yaitu
menunggang kuda dan berenang.[8]
Ketika Rosulullah SAW dan para sahabat
hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah
pembangunan sebuah masjid. Meskipun demikian, eksistensi Kuttab sebagai
lembaga pendidikan di Madinah tetap dimanfaatkan. Bahkan materi dan
penyajiannya lebih dikembangkan lagi, misalnya materi jual beli, keluarga, sosio-politik, tanpa meninggalkan materi
yang sudah biasa dipakai di Makkah seperti materi tauhid dan akidah.
Dalam sejarah Islam, masjid yang
pertama kali dibangun oleh Nabi adalah masjid At-Taqwa di Quba. Rosulullah SAW juga membangun sebuah ruangan di masjid Madinah, tempat ini di sebut As-Suffah, yang berarti tempat belajar untuk tempat tinggal orang-orang
fakir miskin yang tekun menuntut ilmu.[9]
Mereka dikenal dengan “Ahli Suffah“. Pembangunan masjid tersebut bertujuan
untuk memajukan dan menyejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu,
masjid juga memiliki multifungsi, di antaranya sebagai tempat ibadah, kegiatan
sosial-politik, selain itu masjid juga digunakan sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam.
Nakoesteen sebagaimana yang dikutip
Hasan Asari mengatakan bahwa pendidikan Islam yang berlangsung di masjid adalah
pendidikan yang unik karena memakai sistem halaqah (lingkaran). Sang
syekh biasanya duduk di dekat dinding atau pilar masjid, sementara siswanya
duduk di depannya membentuk lingkaran dan lutut para siswa saling bersentuhan.Sebuah halaqah biasanya
teridiri dari 20 orang siswa atau murid. Sistem pembelajaran halaqah tersebut adalah bentuk pendidikan yang tidak
hanya menyentuh perkembangan dimensi intelektual, melainkan lebih menyentuh pada dimensi emosional dan spiritual
peserta didik. Dalam halaqah biasanya murid yang pengetahuannya lebih
tinggi duduk berada
di dekat Syekh, sedangkan murid yang level pengetahuannya lebih rendah akan duduk
lebih jauhdengan sendirinya.
Para peserta
didik juga saling
belajar sungguh-sungguh agar dapat mengubah posisinya dalam
konfigurasi halaqah-nya, sebab posisi dalam halaqah menjadi sangat
signifikan dengan sendirinya,
meskipun tidak ada batasan secara resmi.
Metode diskusi dan dialog kebanyakan
digunakan dalam berbagai halaqah.
Dikte (imla’) juga
memiliki peranan penting dalam halaqah, tergantung pada kajian dan topik
bahasan. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh syekh atas materi yang telah didiktekan. Uraian pembahasan
juga
disesuaikan dengan kemampuan peserta halaqah. Kemudian menjelang akhir kelas, waktu akan
dimanfaatkan oleh syekh untuk mengevaluasi kemampuan peserta halaqah.
Evaluasi bisa berbentuk tanya jawab, terkadang juga syekh menyempatkan untuk memeriksa
catatan siswa-siswanya untuk mengoreksi dan menambahkan seperlunya. Kemajuan suatu halaqah
ini tergantung kepada kemampuan syekh dalam pengelolaan sistem pendidikan.
Biasanya apabila suatu halaqah telah maju, maka akan banyak dikunjungi
para peserta didik dari berbagai penjuru.
3.
Materi dan Kurikulum Pendidikan
Salah satu komponen operasional
pendidikan Islam adalah kurikulum yang mengandung materi yang diajarkan secara
sistematis dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara
materi dan kurikulum mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran
yang disajikan dalam proses kependidikandalam suatu sistem institusional
pendidikan. Seseorang yang akan membuat rencana pembelajaran tidak cukup hanya mempunyai
kemampuan membuat rumusan tujuan pembelajaran. Namun, ia juga harus menguasai materi pembelajaran.
Kurikulum pendidikan Islam pada
periode Rosulullah SAW baik di Makkah maupun Madinah adalah Al-Qur’an,
yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi, situasi, kejadian dan
peristiwa yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu dalam prakteknya tidak hanya logis dan rasional, tetapi juga secara fitrah dan
pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu dapat dilihat dari sikap rohani
dan mental para pengikutnya yang dipancarkan ke dalam sikap hidup yang
bermental dan semangat yang tangguh, tabah dan sabar, serta aktif dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya ternyata mereka ini
merupakan kadar inti mubaligh dan pendidik pewaris Nabi yang brilian dalam
menghadapi segala tantangan dan cobaan.[10]
Mahmud Yunus mengklasifikasikan
materi pendidikan menjadi dua macam, yaitu materi pendidikan yang diberikan di Makkah dan materi pendidikan yang
diberikan di Madinah.Yakni :[11]
a.
Pada fase Makkah terdapat empat macam intisari
materi yang diberikan, yaitu:
1)
Pendidikan Keagamaan
Yaitu hendaknya membaca dengan
nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala, karena Allah itu
Maha Besar dan Maha Pemurah.
2)
Pendidikan Aqliyah dan Ilmiah
Yaitu
mempelajari kejadian manusia dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
3)
Pendidikan Akhlak dan Budi Pekerti
Yaitu Nabi
Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan
ajaran tauhid.Seperti: adil, menepati janji, pemaaf, tawakal, bersyukur atas
nikmat Allah, tolong menolong, berbuat baik kepada orang tua, memberi makan
orang miskin dan orang musafir, serta
meninggalkan akhlak yang buruk.
4) Pendidikan
Jasmani atau Kesehatan.
Yaitu
mementingkan kebersihan pakaian, badan, dan tempat tinggal.
b.
Pada fase Madinah terdapat lima macam
intisari materi yang diberikan, yaitu:
1)
Pendidikan keimanan
Pendidikan keimanan tentang keimanan yang diperkuat dengan
keterangan-keterangan yang dibacakan oleh Nabi dari ayat-ayat Al-Qur’an serta sabda beliau sendiri.
2)
Pendidikan ibadah
Untuk ibadah shalat selain shalat 5 waktu sebagimana yang
disampaikan di makkah, ibadah ini ditambah dengan shalat Jumat sebagai ganti
shalat Dhuhur, serta shalat-shalat sunnah lainnya seperti shalat Idul Fitri dan
Idul Adha
3)
Pendidikan akhlak
Pendidikan akhlak yang diberikan di
sini lebih terperinci
dari pada di Makkah, seperti adab masuk rumah, bertetangga, bergaul dalam
masyarakat, dan lain-lain.
4)
Pendidikan kesehatan (jasmani)
Pendidikan kesehatan (jasmani) dapat
dilihat dari dalam amal ibadah yang dilakukan sehari-hari, seperti puasa, shalat wudhu,
dan mandi.
5)
Pendidikan kemasyarakatan (sosial)
Syariat yang berhubungan dengan
masyarakat misalnya; hukum perkawinan, hukum warisan, hukum perdana, hukum
perdata, qishash, ta’zir, dan lain sebagainya.[12]
Selain
itu, Zukhairini juga membagi materi pendidikan yang dijelaskan pada fase Makkah dan Madinah, di antaranya sebagai berikut:[13]
a.
Pada fase makkah terdapat dua
materi yang diberikan yakni:
1)
Pendidikan Tauhid
Pada materi pendidikan tauhid ini
lebih difokuskan pada untuk memurnikan ajaran agama tauhid yang dibawa Nabi
Ibrahim yang telah diselewengkan oleh masyarakat jahiliyah. Rasulullah langsung
menjadi contoh bagi umatnya. Hasilnya, kebiasaan masyarakat Arab yang memulai
perbuatan atas nama berhala, diganti dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim.
Kebiasaan menyembah berhala, maka diganti dengan mengagungkan dan menyembah
berhala.
2)
Pendidikan Al-Qur’an
Al – Quran merupakan intisari dan
sumber pokok dari ajaran Islam yang disampaikan oleh Muhammad SAW kepada
umatnya. Nabi Muhammad selalu menganjurkan
kepada para sahabatnya agar Al-Qur’an selalu dihafal dan dibaca dan
diwajibkan membacanya dari ayat-ayatnya dalam shalat, sehingga kebiasaan
membaca Al – Quran tersebut merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari,
menggantikan kebiasaaan syair-syair indah pada masa sebelum Islam.[14]
b. Sedangkan pada fase Madinah materi yang diberikan
cakupannya lebih kompleks dibandingkan dengan materi pendidikan pada fase
Mekah, seperti :
1) Pembentukan
dan pembinaan masyarakat baru menuju satu kesatuan sosial dan politik.
2) Materi
pendidikan sosial dan kewarganegaraan, terdiri dari pendidikan ukhuwah antara
kaum muslimin dan
pendidikan kesejahteraan.
3) Materi
pendidikan khusus anak-anak, meliputi; pendidikan tauhid, pendidikan shalat, pendidikan sopan santun dalam
keluarga, sopan santun dalam masyarakat, dan pendidikan kepribadian.
4) Materi
pendidikan pertahanan dan ketahanan dakwah Islam.
4.
Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran ialah cara yang digunakan guru
dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran. Oleh karena itu, peranan metode
mengajar adalah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar dan mengajar.
Dengan adanya metode, diharapkan terciptanyakegiatan belajar mengajar yang
menarik.Dalam
interaksi ini guru-guru berperan sebagai fasilitator, sedangkan siswa berperan sebagai
yang dibimbing. Proses ini akan berjalan baik jika banyak siswa yang aktif. Oleh karenanya, metode mengajar yang baik adalah
metode yang dapat menumbuhkan keaktifan belajar siswa.[15]
Untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan
belajar mengajar,
Rosulullah SAW menggunakan bermacam-macam metode. Hal itu dilakukan untuk menghindari
kebosanan dan kejenuhan. Di antara metode yang diterapkan Rosulullah adalah:[16]
a. Metode
ceramah
b. Metode
dialog, misalnya dialog antara Rosulullah dengan Mu’adz ibnu Jabal ketika
Mu’adz akan diutus sebagai qadli di negeri Yaman.
c. Metode
diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rosulullah tentang
suatu hukum, dan Rosulullah menjawabnya. Contoh lain yaitu diskusi antara Rosulullah dan para
sahabatnya tentang hukuman yang akan diberikan kepada tawanan perang Badar.
d. Metode
demonstrasi, misalnya hadits Rosulullah “Sholatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat aku sholat“
e. Metode
eksprimen, metode sosiodrama, dan bermain peran.
Pemberian materi pendidikan dapat juga
tergambar dari sikap Rosulullah SAW ketika terjadi prosess pembelajaran antara
Jibril yang berperilaku sebagai murid dan Rosulullah sebagai pendidik. Konsep
tersebut dapat tegambar dari apa yang telah dikemukakan oleh Najib Khalid
Al-Amr, dengan mengutip suatu hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin
Khatthab. Hadits
tersebut menggambarkan bahwa kondisi, situasi,sikap, dan sifat, serta posisi Rosulullah
SAW sebagai guru menggambarkan seorang pendidik yang menguasai strategi
dan metode pendidikan.Rosulullah duduk di hadapan Jibril membawa pertanyaan
sesuai dengan kemampuannya.Apabila persoalan tidak diketahui jawabannya secara
pasti, maka Rosulullah tidak malu untuk mengatakan tidak tahu.Rosulullah
mendengarkan dengan
seksama dan teliti terhadap pertaanyaan yang diajukan oleh Jibril, sehingga
beliau mampu menjawabnya dengan tepat pula. Hal ini menggambarkan kondisi
pelaksanaan pendidikan yang kondusif.[17]
Nilai-nilai yang dapat diambil dari
sikap sang murid terhadap pendidikan Islam dari hadits tersebut dapat digambarkan dalam
skema berikut ini :
a. Pertanyaan
yang diberikan harus jelas
b. Pertanyaan
yang disampaikan harus singkat
c. Persiapan
jasmani dan rohani untuk menuntut ilmu
d. Siap
mendengarkan dengan baik setelah menyampaikan pertanyaan
e. Tenang
dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan dan tidak disampaikan sekaligus
f. Pertanyaan
yang disampaikan harus bermanfaat
g. Susunan
yang disampaikan harus akurat dan ilmiah
h. Pemilihan
waktu yang tepat untuk bertemu dengan guru dan duduk mendekat dengan guru
i.
Posisi duduk murid yang sopan
Selain itu, Metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak dapat
dilihat dari arti hadits beruikut ini:Anas RA berkata, “ Rosulullah SAW
adalah orang yang paling baik akhlaknya. Aku punya saudara yang dipanggil Abu
Umair, dia anak yang sudah dipisahkan dari susuan. Jika datang, beliau berkata
“wahai Abu Umair apa yang dilakukan nughair (burung kecil) “.
Kadang-kadang beliau bermain dengan dia. Jika tiba saat shalat sementara beliau
berada di rumah kami, beliau meminta permadani yang ada dibawahnya, lalu permadani
itu beliau sapu dan ditiup-tiup. Kemudian beliau berdiri dan diikuti oleh kami
di belakangnya”. (HR. Buhkari, Muslim, Turmidzi, dan Abu Daud).[18]
Nilai-nilai
yang dapat diambil dari metode Rosulullah SW dalam mengajar anak usia dini
adalah sebagai berikut :
a.
Meluangkan waktu untuk bermain dengan
anak-anak
b.
Memperaktekkan amal untuk bisa
berbuat bersih secara iman dan berperilaku nyata
c.
Shalat Rasulullah didalam rumah
menanamkan pemahaman teladan dalam urusan ibadah
d.
Kalimat yang diucapkan oleh Rasulullah
SAW, “Wahai Abu Umair, apa yang dikerjakan Nughair?” punya beberapa faidah di
antaranya: kata-kata
yang cocok dengan jiwa, mudah dihafal, dan mudah diucapkan.
e.
Turunnya Rasulullah ke atas intelek
anak bisa membuahkan rasa optimis pada diri anak
f.
Memakai cara dengan panggilan. Teori
ini dapat memberikan kesan kepada keluarga bahwa anaknya sudah dewasa
Berbeda
dengan metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak pada usia puber, seperti yang
dapat dilihat dari hadits berikut: Abi Umamah dalam hadis riwayat Ahmad, menceritakan bahwa
seorang pemuda telah datang menghadap Nabi SAW, seraya berkata “Wahai
Rosulullah, izinkanlah aku berzinah”, orang-orang yang ada di sekitarnya
menghampiri dan memaki, “Celaka engkau, celaka engkau!” Rosulullah mendekati
pemuda itu dan duduk di sampingnya. Kemudian terjadilah dialog yang panjang
antara Rosulullah SAW dengan pemuda itu. Rosulullah SWA berkata “Apakah engkau
ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu?” Pemuda itu menjawab “Sekali-kali
tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW
kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu
mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi
pada saudara perempuanmu?” Pemuda itu itu menjawab “Sekali-sekali tidak, demi
Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW kembali
berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada
sudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara
perempuan bapakmu?” Pemuda itu menjawab “Sekali-sekali tidak, demi Allah yang
menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW kemabali berkata “Begitu
pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu.
Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan ibumu?” Pemuda itu
menjawab “Sekali-kali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan
Tuan”.Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal
ini terjadi pada saudara perempuan ibu mereka”. Kemudian Rosulullah memegang
dada pemuda itu seraya bersabda “Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya,
dan periharalah kemaluannya!”. setelah peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang
yang arif ”.[19]
Nilai-nilai
pendidikan yang dapat diambil dari metode Rosulullah dalam mengajar anak usia
puber di atas sebagai berikut :
a.
Mengajak anak usia puber untuk
mendiskusikan inti permaslahan sehingga pikirannya tidak terpecah.
b.
Rosulullah SAW menguasai aspek
psikis anak usia puber.
c.
Rosulullah SAW membuka dialog dengan
anak usia puber.
d.
Rosulullah SAW memberikan pertanyaan
yang jumlahnya banyak dan banyaknya pertanyaanakan menambah dalil dan alasan.
e.
Diskusi dilakukan dengan sistem
tanya jawab.
f.
Memusatkan dan mengkonsentrasikan pikiran anak usia puber
pada pertanyaan yang dilontarkan.
g.
Menumbuhkan interaksi esenssial
antara pendidik dan anak usia puber.
h.
Jawaban dari anak usia puber bisa
dikategorikan sebagai dalil ilmiah atas dirinya.
5.
Evaluasi Pendidikan
Nana Sudjana mengatakan bahwa, untuk dapat menentukan
tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau
tindakan evaluasi. Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atan
harga atau berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah
proses yang bertujuan. Tujuan tersebut menyatakan dalam rumusan tingkah laku
yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil
yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh
karena itu, tindakan atau
kegiatan tersebut dinamakan penilaian akhir belajar.
Dalam menjalankan misi pendidikan,
untuk melihat tingkat atau kadar penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran,
Nabi SAW juga mengevaluasi sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi para sahabat, Rosulullah SAW mengetahui
kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan tugas.
Untuk melihat hasil pembelajaran yang dilaksanakan, Rosulullah sering mengevaluasi hafalan
para sahabat dengan cara menyuruh mereka untuk membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di
hadapannya dengan membetulkan hafalan dan bacaan mereka yang salah. Nabi juga mengevaluasi kemampuan
sahabat untuk dijadikan utusan ke suatu daerah mengajarkan agama Islam,
misalnya dialog antara Rosulullah SAW dengan Mu’adz Ibnu Jabal ketika Mu’adz
akan diutus sebagai qadli ke negeri Yaman. Rosulullah SAW bertanya kepada Mu’adz bagaimana
ia memutuskan suatu perkara yang muncul di tengah-tengah umat. Mu’adz menjawab
apabila hendak memutuskan suatu perkara, pertama kali berlandaskan kepada
Al-Qur’an, bila tidak didapati dalam Al-Qur’an baru memutuskan berdasarkan
Hadis Rosulullah SAW. Apabila tidak
didapati pada keduanya kemudian memutuskannya menggunakan metode ijtihad.
Rosulullah senyum tanda menyetujui dan percaya akan kompetensi Mu’adz sebagai
utusan ke negeri Yaman. Evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara bertanya
tentang sesuatu masalah hukum secara langsung kepada Rasulullah, lalu
Rasulullah menjawabnya.[20]
Di samping menguji pemahaman sahabat
tentang ajaran agama, Rosulullah juga dievaluasi oleh Allah SWT melalui
malaikat Jibril AS. Sebagaimana kisah kedatangan malaikat Jibril kepada Nabi
SAW, ketika beliau sedang mengajar para sahabat di suatu majlis. Malaikat
Jibril menguji Nabi dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pengetahuan
beliau tentang rukun Islam dan jawaban Nabi selalu dibenarkan oleh utusan Allah
itu. Berbagai peristiwa lainnya ialah berulang kalinya malaikat Jibril datang
kepada Nabi dalam wujud manusia biasa, berpakaian jubah putih, untuk menguji
sejauh mana hafalan Nabi terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tetap konsisten dan
terpercaya dalam hafalan beliau.
Jika dilihat dari teori taksonomi
Benjamin S. Bloom, maka jelaslah bahwa pcychological domains yang
dijadikan sebagai sasaran evaluasi Nabi sebagai pelaksana pemerintah Tuhan
sesuai wahyu yang diturunkan kepada beliau lebih menitik beratkan pada
kemampuan dan kesediaan manusia mengamalkan ajaran-Nya, dimana faktor
psikomotorik menjadi tenaga penggeraknya.
Adapun sistem pengukuran (measurement) yang digunakan Nabi sendiri
tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia ilmu pengetahuan
modern sekarang. Namun prinsip-prinsipnya menunjukkan bahwa sistem measurement juga terdapat dalam hadis
Nabi. Nabi SAW melakukan pengukuran terhadap perilaku manusia dengan
tanda-tanda seseorang yang beriman ialah mencintai orang lain sesama Mukmin,
seperti mencintai dirinya sendiri dan mukmin lainnya. Jadi, sistem
pengukuran Nabi terhadap perilaku manusia bukan secara kuantitatif (dengan
angka), melainkan
bersifat kualitatif.
Berdasarkan dari tinjauan historis di atas, menurut
penulis bahwa pendidikan yang diterapkan
Rosulullah SAW, merupakan pendidikan yang telah berhasil dalam mencapai
tujuan utamanya. Terbukti dengan munculnya para sahabat yang ahli dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Karena itu, sistem pendidikan yang diterapkan
Rosulullah menurut penulis, banyak yang masih relevan diterapkan pada era
modern sekarang ini. Misalnya, konfigurasi duduk para siswa dalam sistem halaqah, sistem evaluasi, dan metode pengajaran sebagaimana telah
dijelaskan di atas.[21]
B.
Perbedaan Pokok Pendidikan Islam
Periode Makkah dan Madinah
1.
Periode kota Makkah:
Pokok pembinaan pendidikan islam di
kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan
nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka
terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam
kehidupan sehari-hari.
2.
Periode kota Madinah:
Pokok pembinaan
pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan
politik. Yang pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di
Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai
oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan
cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.[22]
C.
Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan
Untuk melaksanakan fungsi utamanya
sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat
strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi.
Proses pendidikan pada zaman
Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal
yang demikian belum di mungkinkan, karena pada saat itu Nabi Muhammmad belum
berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para
pengikutnya berada dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir Quraisy.
Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara
sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah
yang bijak dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal islam ini adalah
melarang para pengikutnya untuk menampakkan keislamannya dalam berbagai hak. Tidak
menemui mereka kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat Islam terbentuk
di Madinah barulah, barulah pendidikan islam dapat berjalan dengan leluasa dan
terbuka secara umum. Kebijakan yang
telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah di antaranya:
1. Membangun
masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat
kegiatan pendidikan dan dakwah.
2. Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan
bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih
popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah
keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.[23]
BAB III
KESIMPULAN
Pola pendidikan pada zaman Nabi dapat dibedakan menjadi 2 tahap,
baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan
materi pendidikannya, yaitu :
a.
Tahap/fase Makkah, sebagai awal pembinaan pendidikan Islam, dengan
Makkah sebagai pusat kegiatannya
b.
Tahap/fase Madinah, sebagai fase lanjutan pembinaan/pendidikan
Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya.
Lembaga pendidikan Islam pada fase
Makkah ada dua tempat, yaitu: Darul Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab.
Kuttab adalah lembaga pengajaran baca tulis untuk anak-anak (tingkat
dasar), terutama membaca Al-Qur’an.
Kurikulum pendidikan Islam pada
periode Rosulullah SAW baik di Makkah maupun Madinah adalah Al-Qur’an,
yang Allah wahyukan sesuai dengan kondisi, situasi, kejadian dan
peristiwa yang dialami umat Islam saat itu. Mahmud Yunus mengklasifikasikan
materi pendidikan menjadi dua macam, yaitu materi pendidikan yang diberikan di Makkah dan materi pendidikan yang
diberikan di Madinah. Pada fase Makkah terdapat empat macam intisari
materi yang diberikan, yaitu:
Pendidikan Keagamaan, Pendidikan Aqliyah dan Ilmiah, Pendidikan Akhlak
dan Budi Pekerti,
dan Pendidikan Jasmani atau Kesehatan. Pada fase Madinah terdapat lima macam
intisari materi yang diberikan, yaitu: Pendidikan keimanan, Pendidikan ibadah, Pendidikan
akhlak, Pendidikan kesehatan(jasmani), dan Pendidikan kemasyarakatan (sosial).
Untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan dalam kegiatan
belajar mengajar,
Rosulullah SAW menggunakan bermacam-macam metode.Hal itu dilakukan untuk
menghindari kebosanan dan kejenuhan. Di antara metode yang diterapkan
Rosulullah adalah:
a.
Metode ceramah
b.
Metode dialog
c.
Metode diskusi atau tanya jawab
d.
Metode demonstrasi
e.
Metode eksprimen, metode sosiodrama,
dan bermain peran.
Untuk melihat hasil pengajaran yang
dilaksanakan Rasulullah sering mengevaluasi hafalan para sabahat dengan cara
menyuruh para sahabat membacakan ayat-ayat Al-Quran dihadapannya dengan
membetulkan hafalan dan bacaan mereka yang keliru. Di samping itu menguji
pemahaman sahabat tentang ajaran agama.
Perbedaan pokok pendidikan islam periode makkah dan
madinah yakni, dalam periode Makkah pokok pembinaan pendidikan islam adalah pendidikan
tauhid. Sedangakan Pokok pembinaan
pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan
politik.
Untuk melaksanakan fungsi utamanya
sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat
strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi. Proses pendidikan pada zaman
Rasulullah ketika berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Hal yang demikian belum di mungkinkan, karena pada saat itu Nabi Muhammmad
belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para
pengikutnya berada dalam bayang-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir
Quraisy. Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah barulah, barulah
pendidikan islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum. Kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad
ketika di Madinah di antaranya: membangun masjid di Madinah dan mempersatukan
berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan.
Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah.
DAFTAR PUSTAKA
Fanani.
Mustofa. Dkk. 2003. Nizamia Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Islam.
Surabaya: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.
Mufy.
2009. Pendidikan pada Masa Rasulullah (Online). (http://assosunila.blogspot.com/2012/06/makalah-pendidikan-islam-pada-masa.html. Diakses Tanggal 13 Maret 2013).
Nizar,
Samsul. 2011. Sejarah pendidikan islam. Jakarta: Kencana.
Rif’an. 2012. Perkembangan
Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah (Online). (http://makinmaju.wordpress.com/2012/05/11/konsep-pendidikan-islam-di-masa-rasulullah/. Diakses Tanggal 13 Maret 2013).
Santi. 2013. Sejarah
Pendidikan Islam pada masa Rasulullah (Online). (http://pandidikan.blogspot.com/2011/04/pendidikan-islam-pada-masa-rasulullah.html. Diakses Tanggal 13 Maret 2013).
Soekarno.
Supardi, Ahmad. 1990. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Bandung:
Angkasa Bandung.
Sudjana, Nana.
2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Zuhairini.
2006. Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
[1]
Nizamia, Jurnal Pendidikan
dan Pemikiran Islam (Surabaya: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 2003),
83
[2] Zuhairini, Sejarah Pendidikan
Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 21
[3]
Ibid., 22
[6]
Zuhairini, Sejarah
Pendidikan Islam , 21
[7]
Nizamia, Jurnal Pendidikan
dan Pemikiran Islam, 84
[8]
Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam (Jakarta:Kencana, 2011), 7-8
[9]
Nizamia, Jurnal Pendidikan
dan Pemikiran Islam, 85
[10]
Soekarno dan ahmad supardi, Sejarah
Dan Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Angkasa Bandung, 1990), 31
[11]
Zuhairini, Sejarah
Pendidikan Islam , 27
[12]
Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, 13
[13]
Ibid., 13-14
[14]
Zuhairini, Sejarah
Pendidikan Islam , 30
[16]
Samsul Nizar, Sejarah
Pendidikan Islam, 16
[17]
ibid., 18
[18]
Ibid., 20
[19]
Ibid., 21
[20]
Ibid., 23
[21]
Ibid., 24
[22]
Zuhairini, Sejarah
Pendidikan Islam , 33
0 komentar:
Posting Komentar